BAINDONESIA.CO – Anggota Komisi II DPRD Kukar Salehuddin menyinggung penyerapan APBD Kukar tahun 2024 yang masih tergolong rendah.
Hal itu dinilainya sebagai masalah serius yang harus segera diselesaikan Pemda Kukar. “Jangan dianggap gampang ini karena ini mengganggu belanja kita,” ucapnya di Kantor DPRD Kukar pada Senin (3/6/2024).
Dia mengungkapkan bahwa DPRD Kukar telah mengambil langkah awal untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Ia menyebut DPRD Kukar suda menyarankan organisasi perangkat daerah di lingkungan Pemkab Kukar segera menyerap APBD Kukar.
Saleh juga menjelaskan bahwa DPRD Kukar akan memanggil Disdikbud, Dinkes, Distanak, dan sejumlah dinas lainnya di lingkungan Pemkab Kukar yang memiliki anggaran besar.
“Ini kita panggil untuk rasionalisasi. Nanti hak Badan Anggaran untuk mempercepat rasionalisasi itu,” sarannya.
Rasionalisasi, menurut dia, tidak mengurangi dan menghilangkan item kegiatan, namun penganggaran dan pelaksanaannya ditunda tahun depan.
Ia menjelaskan, ada beberapa faktor yang mempengaruhi penyerapan APBD Kukar yang sangat rendah pada tahun 2024.
Salah satunya, kata Saleh, belanja operasional Kukar tahun 2024 yang mencapai Rp 7 triliun. Anggaran tersebut meningkat dibanding tahun 2023 yang hanya Rp 6 triliun.
Sementara itu, belanja modal tahun lalu Rp 3,5 triliun. Tahun ini meningkatkan menjadi Rp 4 triliun.
Dia pun menyesalkan penganggaran di awal tahun ini yang tergolong besar. Padahal, anggaran tersebut bisa dibahas dan disahkan di APBD Perubahan tahun 2024.
“APBD yang benar itu gini: kalau pendapatan 100, ya dia itu digunakan 75 dulu. Nanti 25-nya. Ditambah kurangnya di Perubahan. Kalau dia digunakan seluruhnya, ini yang terjadi. Itu terlalu maksimum kemarin mengambil; terlalu dipaksakan,” terangnya.
Pihaknya telah mendorong pelaksanaan rapat antara Banggar dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah Kukar. “Sebenarnya kemarin, cuman mereka minta ditunda,” ucapnya.
Saleh juga menguraikan masalah lain yang mengakibatkan penyerapan anggaran Pemkab Kukar tergolong rendah tahun ini.
“Menurut keterangan dari Badan Keuangan, yang mengakibatkan lemahnya penyerapan anggaran itu dana kas daerah yang ditransfer ke Bank Indonesia. Kalau dinas mengambil ke BI, itu prosedurnya berat,” tutupnya. (*)
Penulis: Ilham