Oleh: Ayatullah Ibrahim Amini*
Mencegah dosa dan perilaku buruk adalah landasan utama dalam penyucian jiwa. Jiwa yang belum ternoda lebih mudah diarahkan untuk berbuat baik. Masa remaja dan muda adalah periode emas untuk menyucikan diri, karena pencegahan lebih sederhana dibandingkan dengan mengubah kebiasaan buruk yang sudah tertanam.
Semakin seseorang menjauhi dosa, semakin mudah baginya untuk tetap dalam keadaan suci. Oleh karena itu, penting bagi anak-anak dan pemuda untuk menjaga diri dari dosa dan mempertahankan kesucian mereka. Pepatah mengatakan, “Mencegah lebih baik daripada mengobati.”
Mereka harus menyadari bahwa dosa membuka pintu bagi setan, yang kemudian membuatnya sulit untuk berhenti. Setan dan nafsu sering kali membuat dosa tampak kecil agar jiwa menjadi kecanduan.
Orang yang peduli dengan keselamatan dan kebahagiaannya harus mampu menolak hawa nafsu dan tidak berbuat dosa. Imam Ali berkata, “Jangan biarkan dirimu mudah berbuat buruk atau jahat.” (Ghurar al-Hikam, 2/801)
Imam Ali juga mengingatkan kita:
“Kuasailah hawa nafsu sebelum ia menjadi lebih kuat, karena sekali ia menjadi lebih kuat, ia akan mengambil alih kendali dirimu serta menyeretmu ke arah mana saja yang dia inginkan, dan pada saat itu kamu tidak akan mampu melakukan perlawanan kepadanya.” (Ghurar al-Hikam, hlm. 511)
“Kebiasaan buruk bagaikan seorang musuh yang memaksakan kekuasaannya kepadamu.” (Ghurar al-Hikam, hlm. 33)
“Kebiasaan adalah sifat kedua bagi manusia.” (Ghurar al-Hikam, hlm. 26)
“Kuasailah hawa nafsumu bagaikan seorang musuh menguasai lawannya; kobarkanlah pertempuran menghadapinya bagaikan seorang musuh menyerang lawannya, semoga dengan cara ini kamu bisa menguasainya.” (Ghurar al-Hikam, hlm. 509)
Tidak melakukan dosa lebih baik daripada bertobat karena syahwat terus menghasilkan kecemasan dan penderitaan yang berkepanjangan. Kematian adalah cara untuk menyingkap sifat buruk dunia ini, yang tidak meninggalkan kesenangan apa pun bagi orang yang cerdik dan waspada. (al-Kafi, 2/451)
Imam ash-Shadiq berkata, “Sebelum jiwa meninggalkan badanmu, jangan biarkan dirimu melakukan perbuatan yang mencelakakan. Berusahalah mencapai kebebasan jiwa sebagaimana kamu berusaha mencari kebutuhan hidupmu. Karena, jiwa yang sama akan digadaikan dengan amal perbuatan pada hari perhitungan.” (al-Kafi, 2/455)
Allah Swt berfirman, “Adapun bagi orang-orang yang takut hendaknya berdiri di hadapan Tuhannya dan mencegah jiwanya dari keburukan. Sesungguhnya surga akan menjadi tempat tinggalnya.” (QS 79:40-41)
Setelah jiwa siap untuk mencegah dosa dan perilaku buruk, langkah berikutnya adalah melakukan pembersihan diri. Cara terbaik adalah melalui revolusi internal dan penolakan langsung. Seseorang yang ingin kembali kepada Allah bisa bertobat, membersihkan hati dari dosa, dan menutup pintu bagi kejahatan. Dengan tekad kuat, mereka mempersiapkan hati untuk malaikat Allah.
Setelah melawan hawa nafsu, setan akan tunduk, dan jiwa harus dikendalikan dengan kuat. Beberapa orang yang beruntung bisa mencapai penyucian jiwa melalui revolusi internal dan tetap teguh hingga akhir hayat.
Imam Ali berkata, “Untuk meninggalkan kebiasaan, tundukkanlah dirimu, dan bertempurlah melawan hawa nafsu sehingga kalian sukses menawannya.” (Ghurar al-Hikam, hlm. 508)
Beliau juga berkata, “Ibadah yang paling baik adalah memperoleh kekuasaan atas kebiasaan.” (Ghurar al-Hikam, hlm. 176)
Imam al-Baqir berkata, “Pada hari kiamat semua mata akan menangis kecuali tiga mata berikut:
Pertama, mata orang yang menghabiskan waktu malamnya bangun beribadah mencari ridha Allah Swt.
Kedua, mata orang yang senantiasa meneteskan air mata karena takut kepada Allah Swt.
Ketiga, mata orang yang mencegah dirinya dari melihat hal-hal yang dilarang demi mencari keridhaan Allah Swt. (al-Kafi, 2/80)
Imam ash-Shadiq berkata, “Allah berkata kepada Musa melalui wahyu bahwa tidak ada yang lebih efektif untuk mencapai kedekatan kepada-Ku daripada meninggalkan hal-hal yang dilarang. ‘Surga firdaus’ akan dikaruniakan kepada mereka, dan tidak ada orang lain yang diizinkan memasukinya.” (al-Kafi, 2/80)
Mengendalikan diri dan menghindari dosa secara total memang bukan tugas yang mudah, tetapi dengan pandangan ke depan, kewaspadaan diri, keyakinan, dan tafakur, hal itu bisa menjadi lebih mudah. Manusia akan didukung dan diperkuat oleh tuntunan Ilahi sebagaimana janji Alquran, “Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sungguh, Allah beserta orang-orang yang berbuat baik.” (QS 29:69)
Jika kita tidak cukup berani untuk meninggalkan semua dosa sekaligus, kita bisa memulai dengan perubahan bertahap. Mulailah dengan meninggalkan beberapa dosa sebagai tes kekuatan kemauan. Terus berjuang hingga kita menang atas hawa nafsu dan memotong akar dosa. Lalu, ulangi prosedur ini pada dosa lainnya hingga mencapai kemenangan akhir.
Pastikan dosa yang sudah ditinggalkan tidak diulangi lagi. Menolak setiap dosa membuat hawa nafsu dan setan lemah, sementara hati kita digantikan oleh cahaya malaikat Allah. Proses ini harus dilanjutkan sampai jiwa kita mencapai kesempurnaan dan kontrol penuh atas hasrat diri.
Saat membersihkan beberapa dosa, kita mungkin mencapai titik di mana kita merasa mampu meninggalkan semua dosa sekaligus. Gunakan kesempatan ini untuk keputusan besar. Dengan memaksa setan keluar, nafsu akan tunduk dan digantikan oleh Allah dan para malaikat.
Jika kita berusaha keras mencapai tujuan ini, kita akan menjadi pemenang. Perjuangan jiwa mirip dengan pertempuran melawan musuh. Kita harus terus mengawasi musuh, memperkuat kekuatan kita, dan menggunakan kesempatan untuk menyerang hingga musuh dikalahkan atau dipaksa keluar dari jiwa kita. (*)
Sumber: Disarikan dari buku Hijrah Menuju Allah