BAINDONESIA.CO – Kenaikan harga kedelai beberapa bulan terakhir telah berdampak signifikan bagi para pengusaha tempe di Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar).
Merujuk data yang dikumpulkan Asosiasi Pengusaha Tempe Lokal, harga kedelai yang naik lebih dari 15 persen dalam enam bulan terakhir telah merugikan para pengusaha tempe skala kecil hingga menengah di wilayah ini.
Salah satu pengusaha tempe berpengalaman Nadirin (47) mengungkapkan bahwa kenaikan harga kedelai telah menyebabkan jumlah produksi tempenya berkurang dari sebelumnya. Margin keuntungannya pun menurun secara signifikan.
“Harga kedelai yang terus naik membuat biaya produksi kami naik, sementara kami enggak bisa naikkan harga jual tempenya,” ujar dia pada Selasa (9/1/2024).
Selain itu, dia mengaku kesulitan mendapatkan pasokan kedelai berkualitas tinggi dengan harga yang terjangkau. Hal ini mengakibatkan mereka harus beralih ke sumber kedelai yang lebih mahal, mengurangi daya saing produk mereka di pasaran.
“Sekarang susah dapet yang murah, mau enggak mau harus beli yang mahal,” ucap dia dengan nada prihatin.
Dampak kenaikan harga kedelai juga dirasakan oleh para pekerja di industri tempe. Banyak di antara mereka yang harus merelakan pengurangan jam kerja atau bahkan kehilangan pekerjaan karena ketidakmampuan pengusaha tempe untuk mempertahankan intensitas produksi.
Pemerintah sedang berupaya mencari solusi untuk mengatasi masalah ini, termasuk melalui kerja sama dengan produsen kedelai lokal untuk meningkatkan produktivitas kedelai di daerah ini. Namun, hingga saat ini solusi konkret masih dalam tahap perencanaan.
Langkah ini sebagai respons atas kerentanan sektor industri kecil dan menengah terhadap fluktuasi harga bahan baku serta memperlihatkan urgensi langkah-langkah yang dibutuhkan untuk menjaga keberlangsungan usaha pengusaha tempe di Kukar di masa mendatang. (jt/um)