Oleh: Dr. Muhsin Labib*
Banyak nama tokoh utama dunia mengabadi karena idenya atau prestasinya atau kepribadiannya. Nama Khomeini mengabadi karena semuanya.
Idenya antara lain:
Pertama, melakukan reformasi dan transformasi pemikiran kritis dalam masyarakat Syiah agar lebih terbuka dan melupakan masa lalu yang pahit akibat penindasan rezim-rezim despotik sepanjang sejarah dengan mengalah seraya mengulurkan tangan kepada saudara-saudara seagamanya Ahlussunnah demi memperkuat eksistensi umat dan Dunia Islam.
Kedua, menyeimbangkan khazanah Islam dengan wawasan global, kesadaran geopolitik, filsafat dan mistisisme yang progresif.
Ketiga, membangun ulang nasionalisme yang logis, etis dan proporsional yang bebas dari chauvinisme, rasisme, tribalisme dan fasisme dan mengharmoniskannya dengan kosmopolitanisme Islam dengan menetapkan Pekan Persatuan pada 12 hingga 17 Rabiul Awal sebagai Pekan Persatuan Umat Islam.
Keempat, menggabungkan demokrasi dengan teokrasi yang terus dikembangkan dalam berbagai karya akademik.
Kelima, menjadikan Palestina sebagai isu yang mengonsolidasi umat Islam setelah gagal dipersatukan oleh kesepahaman dan dialog, dan membangun paradigma “resistensi” sebagai poros kosmpolit melawan imperialisme, neokolonialisme, zionisme, kapitalisme dan rasisme.
Prestasinya antara lain:
Pertama, meruntuhkan rezim monarki 1000 tahun yang merupakan satelit kedua AS dan saudara kembar Israel di Timur Tengah dalam sebuah revolusi besar yang meredupkan gegap gempita revolusi Perancis, Revolusi Industri Inggris, Revolusi Bolshevik, Revolusi Budaya di Tiongkok dan lainnya.
Kedua, mempersembahkan institusi negara dengan sistem yang dibangun di atas legitimasi sakral dan ekseptabilitas provan setelah menyelenggarakan referendum dengan partisipasi terbesar sepanjang sejarah.
Ketiga, menyadarkan umat Muslim dan seluruh insan bermoral tentang tipu muslihat adidaya AS dan Barat yang telah melakukan penjajahan model baru melalui koroporasi-korporasi raksasa yang melakukan penjarahan dengan kedok investasi dan kerja sama yang tak adil.
Keempat, mengedukasi umat Muslim dan manusia tentang ilegalitas rezim super rasis yang mengeksploitasi simbol agama dengan menetapkan Jumat terakhir Ramadhan sebagai Hari Internasional Quds.
Kelima, membangun poros resistensi dalam skala regional dan global sebagai gerakan anti hegemoni unipolar.
Ketokohannya antara lain:
Pertama, mujtahid, marja’ dan faqih pemegang otoritas tertinggi dalam stuktur formal RII.
Kedua, filsuf dan pemikir yang kontekstual.
Ketiga, mistikus kelas atas setara Ibnu Arabi dan Rumi.
Keempat, pendidik dan pencetak ribuan kader agamawan progresif, pemikir yang menguasai literatur modern Barat, pakar hukum dan yurisprudrensi, ahli strategi, aktivis kemanusiaan, saintis, politisi, diplomat, negosiator dan relawan filantropi.
Kelima, inspirator saat hidup dan setelah wafat bagi seluruh manusia lintas agama, negara dan budaya hingga abad-abad selanjutnya.
Khomeini bukan hanya tokoh lokal sebuah negara dan pahlawan bagi sebuah bangsa. Ia bukan hanya tokoh agung bagi umat Muslim Syiah bukan pula Muslim paling terkemuka umat Muslim. Dia adalah representasi kutub ketulusan dan moralitas yang sedang berhadapan dengan kutub keculasan dalam laga hingga akhir.
Gajah mati meninggalkan gading, Khomeini pergi meninggalkan milik yang tak sekemilau gading: sepetak tanah, sebuah rumah tanpa perabot, sepotong sajak……(Goenawan Mohammad dalam pengantar buku Wasiat Sufi Imam Khomeini karya Haidar Bagir). (*Cendekiawan Muslim)