Kisah Bahagia Pernikahan Imam Ali dan Sayidah Fatimah

Ilustrasi. (Detik)

BAINDONESIA.CO – Setiap kali Rasulullah saw berduaan dengan Imam Ali as, beliau selalu berkata, “Istrimu sungguh rupawan dan baik. Berbahagialah engkau, karena kau telah kunikahkan dengan penghulu wanita semesta.” (Kasyful Ghammah, 1/359)

Imam Ali as yang menginginkan untuk memulai hidup barunya, merasa malu untuk mengutarakan niatnya kepada Nabi saw. Hingga pada suatu hari, Aqil datang menemui saudaranya dan berkata kepadanya, “Saudaraku, tidak ada yang lebih menggembirakanku dari pernikahanmu dengan Fatimah. Kenapa kau tidak meminta kepada Rasul untuk mengirimkan putrinya ke rumahmu?”

“Demi Allah, aku pun menghendaki hal ini, tapi aku malu terhadap Nabi,” jawab Ali as.

“Mari kita pergi menemui beliau dan membicarakan masalah ini.”

Mereka berdua lalu pergi menghadap Nabi saw. Ummu Salamah dan istri-istri Nabi mengetahui masalah Ali dan meminta kepadanya supaya mereka yang menghadap Nabi saw.

Para istri Nabi datang berombongan menemui beliau dan berkata kepadanya, “Kami datang menemui Anda untuk suatu hal yang akan membuat Khadijah gembira bila ia masih hidup.”

Nama Khadijah membuat Nabi saw terharu dan melinangkan air mata. Mengingat istri dan penolong setianya, beliau berkata, “Siapa yang dapat menandingi Khadijah? Ketika tidak ada orang yang mempercayai ucapanku, ia mendukungku dan menyerahkan hartanya demi tegaknya agama Allah. Maka itu, Allah akan memberinya ganjaran rumah zamrud di surga.”

Ummu Salamah berkata, “Ayah dan ibu kami menjadi tebusanmu wahai Rasulullah! Semua apa yang Anda katakan tentang Khadijah benar. Ali datang dan ingin membawa istrinya ke rumahnya.”

“Kenapa ia sendiri tidak meminta dariku?” tanya Nabi saw.

“Ia malu untuk mengutarakan niatnya kepada Anda.”

Rasulullah saw lalu menyuruh Ummu Aiman untuk membawa Ali as datang menghadapnya. Ali as datang sambil menundukkan kepala karena malu dan mengucapkan salam kepada Rasul. Beliau menjawab salamnya dan berkata, “Apakah kau ingin membawa Fatimah ke rumahmu?”

“Ya wahai Rasulullah.”

“Malam ini atau besok malam, Fatimah akan kubawa ke rumahmu,” sabda Rasul.

Imam Ali gembira mendengar jawaban Rasul. Kabar ini lalu tersebar di Madinah. Haritsah bin Numan yang tahu keadaan ekonomi Ali as datang menemui Rasul saw dan menghadiahkan rumahnya yang tidak jauh dari rumah beliau. Beliau lalu mendoakan kebaikan untuknya. Tentunya, ini berkaitan dengan awal pernikahan dua manusia mulia ini, karena nantinya rumah mereka pindah dekat masjid Nabi.

Imam Ali as lalu menyebar kerikil dan pasir di lantai rumahnya, menggantungkan kayu untuk meletakkan pakaian, dan menghamparkan kulit kambing serta sebuah bantal sebagai sandaran duduk. Dengan ini, Ali as siap menyambut kedatangan istrinya di rumahnya.

Rasulullah saw berkata kepada Ali as, “Kita harus mengadakan walimah, karena banyak kebaikan di dalamnya dan Allah menyukainya. Aku sediakan daging dan roti, sedangkan kau menyiapkan kurma dan minyaknya.”

Begitu mendengar kabar tersebut, Saad bin Muadz menghadiahkan seekor kambing untuk menjamu para tamu. Setelah semuanya siap, Rasulullah saw menyingsingkan lengan bajunya, membelah-belah kurma, dan melumurinya dengan minyak. Beliau bersabda kepada Ali, “Pergilah ke masjid dan undanglah siapa yang kau kehendaki.”

Imam Ali pergi ke masjid dan melihat masjid penuh dengan orang. Ia merasa malu untuk mengundang sebagian orang dan tidak mengundang yang lain. Ia naik mimbar dan berkata, “Pergilah kalian ke majelis walimah Fatimah as dan penuhilah undangannya.”

Orang-orang datang berombongan ke rumah Imam Ali. Beliau merasa malu karena hanya sedikit makanan yang tersedia. Rasulullah saw memahami masalah Ali dan bersabda kepadanya, “Wahai Ali, aku telah berdoa kepada Allah untuk memberkati walimah ini. Karena rumah ini kecil, katakan kepada mereka untuk datang bergantian sepuluh orang.

Ali as berkata, “Semua orang datang dan mendoakan kebaikan bagi kami, namun makanan masih tersisa.”

Rasulullah saw lalu meminta sebuah wadah, lalu mengisinya dengan makanan dan mengirimkannya ke rumah para tetangga. Beliau menyisakan makanan khusus untuk Fatimah dan Ali as, menaruhnya di sebuah wadah sendiri, dan bersabda bahwa makanan tersebut adalah makanan yang khusus untuk mereka.

Kemudian, Rasulullah saw memerintahkan Ummu Salamah untuk membawa Fatimah as menemuinya. Ummu Salamah membawa Fatimah as dengan wajah yang berkeringat karena malu menghadap Rasulullah saw. Beliau bersabda, “Semoga Allah melindungimu dari kesulitan di dunia dan akhirat.” Ketika Fatimah duduk di depan ayahnya, beliau menyingkap cadar dari wajahnya sehingga Ali as bisa melihatnya.

Rasulullah saw menyiapkan sehelai pakaian putih untuk putrinya. Pada malam pernikahan, seorang pengemis datang ke pintu rumah Ali as dan meminta pakaian yang tidak terpakai. Fatimah as berniat memberikan pakaian lamanya, tetapi kemudian teringat ayat Alquran yang mengatakan, “Kamu tidak akan mencapai kebajikan sejati hingga kamu menginfakkan sebagian dari apa yang kamu cintai.” Oleh karena itu, ia memberikan pakaian hadiah dari ayahnya kepada pengemis tersebut. Sebagai balasannya, Allah memberikan pakaian surga kepada Fatimah as.

Rasulullah saw mengawasi jalannya pernikahan tersebut. Beliau meletakkan sehelai kain di punggung hewan tunggangannya dan meminta para wanita Muhajirin, Anshar, serta putri-putri Abdul Muthalib untuk mengiringi Fatimah as dengan penuh kegembiraan. Beliau meminta mereka untuk bertakbir dan bersyukur kepada Allah. Kendali kuda beliau diserahkan kepada Salman, sementara Hamzah, Aqil, Jafar, dan para lelaki dari Bani Hasyim berjalan di belakang kuda.

Ummu Salamah mengungkapkan kegembiraannya melalui syair, “Wahai para wanita, majulah dengan pertolongan Allah dan bersyukurlah kepada-Nya dalam segala keadaan. Ingatlah nikmat Allah yang menghapus keburukan dan menggantikannya dengan kebaikan. Kita telah keluar dari kesesatan dan mendapatkan petunjuk. Bersama kami, iringilah wanita terbaik di dunia, putri manusia yang dihormati Allah dengan wahyu dan risalah.”

Aisyah juga melantunkan syair, “Puji dan syukur kepada Allah atas segala nikmat-Nya. Sambutlah Fatimah, wanita yang telah disucikan oleh Allah.”

Hafshah menyampaikan syairnya, “Fatimah, wanita terbaik di dunia yang cantik seperti bulan. Allah telah meninggikan derajatmu melebihi manusia lainnya. Allah telah menjadikanmu istri dari pemuda terbaik, yaitu Ali. Oleh karena itu, wahai para wanita, ikutilah dia, karena dia adalah wanita mulia dan putri manusia agung.”

Menurut riwayat dari Imam Jakfar Shadiq as, ketika Fatimah as diantarkan ke rumah suaminya, Jibril, Mikail, dan Israfil turun ke bumi bersama dengan tujuh puluh dua ribu malaikat. Jibril memegang tali kendali kuda Nabi saw, Israfil mengiringi mereka di tengah rombongan, dan Mikail mengikuti dari belakang. Sementara itu, para malaikat yang lain bertakbir. Sepertinya, tradisi bertakbir dalam acara pernikahan dimulai sejak saat itu.

Setelah pengantin wanita diantar ke rumah suaminya, orang-orang meninggalkan rumah Ali, kecuali Asma binti Umais yang memilih tinggal di sana. Ketika Nabi saw memintanya pergi, ia menjawab, “Jika Anda izinkan, saya akan tinggal di samping Fatimah. Karena menjelang wafatnya, Khadijah menangis. Saat saya bertanya mengapa, ia menjawab, ‘Aku tidak menangis karena meninggal. Tetapi setiap wanita membutuhkan kehadiran wanita lain di sampingnya saat ia menikah, untuk memenuhi kebutuhan dan menjaga rahasianya. Aku khawatir tidak ada yang menemani Fatimah saat ia menikah.’ Saya berjanji bahwa jika saya masih hidup saat Fatimah menikah, saya akan mendampinginya dan menggantikan posisi Anda.” Nabi saw menangis dan mendoakan yang terbaik untuknya.

Kemudian, Nabi saw mendudukkan Ali dan Fatimah di sampingnya. Beliau meletakkan tangan Fatimah di atas tangan Ali dan bersabda, “Wahai Ali, ini adalah amanat Allah dan amanat Rasul-Nya di sisimu. Ingatlah Allah dan perhatikan kasih sayangku terhadapnya.”

Dalam riwayat lain, beliau bersabda, “Wahai Ali, Fatimah adalah istri terbaik. Wahai Fatimah, Ali adalah suami terbaik.”

Rasulullah saw kemudian meminta wadah berisi air dan meminta mereka berdua untuk minum sebagai tanda berkah. Beliau kemudian memberikan sisa air tersebut dan menyemprotkan sedikit air ke wajah dan dada Ali dan Fatimah sambil membaca ayat, “Sesungguhnya Allah bermaksud untuk menghilangkan dosa dari kalian, hai Ahlulbait, dan membersihkan kalian sepenuhnya.”

Beliau saw juga berdoa, “Ya Allah, Engkau tidak pernah mengutus seorang nabi kecuali Engkau memberikan keturunan kepadanya. Ya Allah, jadikanlah keturunanku berasal dari Ali dan Fatimah!” (*)

Sumber: Disadur dari buku Kisah Pernikahan Rasul Saw dan Ahlulbaitnya karya Dr. Ibrahim Babai Amuli

Berita
Lainnya