BAINDONESIA.CO – Pemimpin Tertinggi Revolusi Islam Imam Ali Khamenei menggelar pertemuan dengan para pejabat yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan ibadah haji di Husainiyah Imam Khomeini pada 6 Mei 2024. Hal ini menjadi momen yang sangat berarti menjelang perjalanan haji tahun ini.
Dalam sorotannya yang mendalam, Imam Khamenei menyatakan bahwa haji adalah sebuah kewajiban yang tidak hanya bersifat materi, tetapi juga spiritual.
“Haji bukan hanya tentang perjalanan fisik, tetapi juga tentang sebuah perjalanan jiwa yang membangun tekad, kehendak, dan keputusan individu, masyarakat, dan bangsa,” ungkapnya.
Dia juga menyoroti esensi sosial dari ibadah haji, yang tidak hanya meliputi aspek persatuan tetapi juga membangun hubungan di antara umat Islam.
Menurutnya, undangan Ilahi untuk berkumpul dalam ibadah haji membawa pesan penting untuk umat Islam: untuk bersatu, bekerja bersama, dan membuat keputusan bersama.
Namun, Imam Khamenei menegaskan bahwa saat ini, umat Islam masih perlu meningkatkan kemampuan dalam pengambilan keputusan dan kerja sama yang efektif. Pentingnya mengatasi perbedaan juga menjadi fokus dalam pertemuan tersebut.
“Ketika para pengikut dari berbagai mazhab Islam berkumpul dalam ibadah haji, itu adalah bukti nyata dari kekuatan sosial-politik dari ibadah yang kita lakukan,” tambahnya.
Imam Khamenei juga menekankan untuk mengingat Nabi Ibrahim dan ajaran-ajarannya dalam pelaksanaan ibadah haji.
“Salah satu pelajaran penting yang dapat kita ambil dari ajaran Nabi Ibrahim adalah pentingnya menolak musuh-musuh agama Allah,” tandasnya.
Ia pun menanggapi peristiwa-peristiwa besar yang terjadi saat ini. “Dalam konteks peristiwa tragis di Gaza dan tindakan yang mengkhawatirkan dari kelompok-kelompok yang berakar dari peradaban Barat, ibadah haji tahun ini khususnya ditujukan untuk menegaskan penolakan terhadap segala bentuk kezaliman dan ketidakadilan,” tegasnya.
Pemimpin Tertinggi Revolusi Islam menginterpretasikan peristiwa yang tengah berkecamuk di Gaza sebagai sebuah tanda sejarah yang memilukan.
Serangan biadab rezim Zionis yang kejam di satu sisi, dan perlawanan gigih warga Gaza di sisi lain, disebutnya akan menjadi catatan hitam dalam buku sejarah. Hal ini memberikan pelajaran berharga bagi seluruh umat manusia.
“Respons luar biasa yang terjadi di masyarakat non-Islam dan di perguruan tinggi Amerika Serikat serta negara-negara lain adalah bukti kuat akan signifikansi peristiwa ini dalam pembentukan sejarah,” ujarnya.
Dalam konteks ibadah haji yang mengambil inspirasi dari Ibrahim, Rahbar menegaskan, Ibrahim as adalah nabi yang dipenuhi dengan kasih dan kelembutan, namun dalam keberaniannya menentang penindasan, Nabi Ibrahim dengan tegas menolak para penindas dan musuh-musuh Allah.
Imam Khamenei, dengan merujuk pada ayat-ayat Alquran, melukiskan rezim Zionis sebagai simbol permusuhan ekstrem terhadap umat Islam, dengan menambahkan bahwa AS berperan sebagai penopang utama rezim ini.
“Tanpa dukungan AS, apakah rezim Zionis akan memiliki keberanian untuk menindas umat Islam dengan kekejaman sebesar ini?” katanya.
Rahbar menegaskan, Zionis dan AS yang membunuh dan mengusir umat Islam, serta para pendukung mereka, semuanya berada dalam kategori penindas. Hal ini sesuai dengan ayat-ayat Alquran yang tegas menyebutkan bahwa siapa pun yang bersahabat dengan mereka, mereka juga menjadi bagian dari penindasan dan akan dikenai kutukan Allah.
Dalam konteks situasi saat ini, ia menekankan pentingnya pendekatan Abrahamik dalam haji, yang mengimplikasikan penolakan terhadap musuh dengan jelas.
“Para jamaah haji, baik dari Iran maupun negara lain, harus mampu menyampaikan pandangan Alquran tentang dukungan terhadap Palestina kepada seluruh dunia Islam,” tegasnya.
“Tentu saja, Republik Islam tidak akan menunggu orang lain untuk bertindak. Namun, jika negara-negara Muslim yang kuat bersatu dalam tindakan, situasi menyedihkan yang sedang dialami Palestina tidak akan berlangsung lebih lama,” tutupnya. (*)
Sumber: Khamenei.ir