Perbedaan antara “Jihadis” Suriah dengan Pejuang Palestina

Foto di bagian kiri merupakan bendera "jihadis" FSA Suriah (alias teroris). Sementara foto di bagian kanan merupakan bendera Palestina. (Istimewa)

Oleh: Dina Sulaeman*

Masih banyak yang berusaha mencampuradukkan antara “jihadis” (alias teroris) Suriah dengan gerakan perjuangan kemerdekaan di Palestina. Saya akan jelaskan dengan singkat.

Pertama, tahun 2012, beberapa faksi di Suriah, mulai angkat senjata untuk menggulingkan Presiden Assad. Alasan yang mereka pakai untuk menggalang dukungan: “Assad itu Syiah yang membantai Sunni.” Jelas ini hoaks, tapi sangat banyak yang percaya.

Kedua, siapa saja yang angkat senjata? Ikhwanul Muslimin (IM) Suriah, Hizbut Tahrir Suriah (ini berdasarkan klaim HT Indonesia/HTI; saat saya ke Suriah dan mewawancarai beberapa tokoh, mereka tidak tahu bahwa ada HT di Suriah), Al Qaida Suriah (Jabhah Al Nusra), dan sejak 2013, muncul ISIS (ISIS ini “cucu” Al Qaida, akar ideologinya sama).

Ketiga, IM mendapatkan dukungan dana dari Turki, Qatar, AS, Prancis, Inggris, dll, “markas” mereka ada di Turki, dan membentuk “Free Syrian Army” (FSA). FSA terdiri dari banyak milisi,  salah satunya yang terkenal “Jaysh Al Islam”. Jadi kalau kalian lihat ada netizen, atau ustaz, atau lembaga donasi pernah kibarin bendera FSA, kalian paham ya, afiliasinya ke siapa.

Keempat, Saudi juga mendanai proyek penggulingan Asssad, tapi karena Saudi anti IM, uangnya masuk ke faksi lain, yaitu faksi Al Qaida. Makanya Qatar dan Saudi pernah berantem (putus hubungan diplomatik) karena beda jagoan di lapangan.

Kelima, Al Qaida (Al Nusra) tahun 2013 pecah, sebagian gabung dengan ISIS. Al Nusra sudah dinyatakan sebagai teroris oleh PBB, mereka pun ganti nama jadi “Haiat Tahrir Al Syam” (HTS), saat ini masih aktif ngebomin warga Suriah, pusatnya di Idlib. Jadi kalau ada lembaga mengepul donasi untuk Suriah, tapi dianterinnya ke Idlib, kalian tau, mereka temenan sama siapa. Soalnya, pemerintah Suriah dan PBB saja enggak bisa masuk Idlib. HTS ini temenan juga sama milisi-milisi IM, sama-sama bercokol di Idlib.

Keenam, militer Suriah (dibantu militer Rusia), selama perang Gaza ini, sibuk mengurusi para teroris di Idlib ini. Mereka mengebom pusat-pusat persembunyian para teroris di Idlib, dengan tujuan utama, mengambil alih lagi Provinsi Idlib dari tangan teroris itu.

Ketujuh, kalian ngeh enggak: para teroris yang mengaku mujahidin itu kan selalu mengaku pro Palestina; kok malah meningkatkan intensitas serangan bom kepada warga Suriah ketika Gaza sedang diserang Israel?

Buat yang intens ngikutin perang Suriah sejak 2011, enggak aneh. ISIS saja pernah minta maaf ke Israel karena salah ngebom; bomnya nyasar ke Israel.

Kepentingan para teroris Suriah sama dengan kepentingan Israel, yaitu mereka sama-sama ingin Assad terguling.

Kedelapan, kenapa kok Israel ingin Assad terguling? Karena, pemerintah Suriah sejak zaman dulu, selalu membantu perjuangan bersenjata Palestina (bukan sebatas kasih donasi ala-ala negara Arab-Teluk). Kini pun, supaya Asad enggak bisa bantu Palestina, mereka bikin sibuk Suriah dengan aksi-aksi bom para teroris berkedok jihad.

Kesembilan, pejuang Palestina pernah membuat  kesalahan fatal yaitu: ikut dalam proyek penggulingan Assad. Pimpinan Hamas, Ismail Haniyah dan Khaled Mash’al, pernah ikut mengibarkan bendera FSA. Lalu, mereka mengungsi ke Qatar sampai sekarang.

Kesepuluh, tapi namanya politik itu dinamis ya. Kalian juga lihat di Indonesia gimana, pas Pilpres berantem, eh kemudian rivalnya diangkat jadi menteri.

Nah, sama, orang-orang Arab pun demikian. Hamas pun kan terdiri dari faksi-faksi. Ada faksi yang enggak setuju sama keputusan Haniyeh dan Mash’al yang salah itu, misalnya Yahya Sinwar. Apalagi, gara-gara itu, Iran menghentikan dukungannya ke Hamas, padahal, yang benar-benar konsisten dukung Hamas ya cuman Iran (ini diakui oleh Sinwar). Hamas pun berhenti ikut-ikutan ngurusin Suriah.

Kesebelas, tahun 2017, terjadi pergeseran politik besar di Hamas, mereka tidak lagi menyebut Ikhwanul Muslimin dalam Piagam Hamas 2017 (beda dengan piagam awal tahun 1987); artinya, mereka tidak lagi mengaku berideologi IM. Hamas juga memperbaiki hubungan dengan Iran.

Kedua belas, tahun 2021, Ismail Haniyeh datang ke Tehran, hadir dalam pemakaman Jenderal Qassem Soleimani yang dibunuh oleh AS. Haniyeh menyebut Soleimani “syahid Al Quds”. Ini pengakuan atas besarnya peran Soleimani (Iran) bagi perjuangan di Palestina.

Ketiga belas, tahun 2022, Yahya Sinwar berpidato: Iranlah yang membantu Hamas, baik dana maupun teknologi; Hamas akan memperkuat hubungan dengan pejuang muqawwamah lain (yang sama-sama melawan AS dan Israel), yaitu Hizbullah Lebanon, Irak, Yaman, dan akan memperbaiki hubungan dengan Assad-Suriah.

Keempat belas, intinya: perjuangan di Palestina adalah perjuangan kemerdekaan; pemerintah Indonesia pun secara resmi menyebut Palestina belum merdeka. Perjuangan kemerdekaan bukan terorisme.

Sebaliknya, “mujahidin” di Suriah masuk kategori teroris karena mereka mau menggulingkan pemerintahan yang sah dengan cara-cara teror. Suriah itu negara merdeka, demokratis, dan bukan penjajah.

Kelima belas, tapi apa pun itu, yang penting, semua orang, apa pun agama, ras, atau alirannya, mari sama-sama bantu bangsa Palestina sampai merdeka. Bantu mereka melawan Israel, si paling teroris, the real terrorist. (*Pengamat Timur Tengah)

Baca Juga: