BAINDONESIA.CO – Allah Swt berfirman, “Dan janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada apa yang telah Kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan dunia untuk Kami cobai mereka dengannya. Dan karunia Tuhan kamu adalah lebih baik dan lebih kekal.”
Diriwayatkan dari Abu Umamah bahwa Nabi Saw bersabda, “Tuhanku telah mewarisiku untuk menjadikan tanah Mekkah sebagai emas.” Aku menjawab, “Aku tidak mau wahai Tuhanku, namun aku justru ingin sehari kenyang dan sehari lapar. Sebab, ketika aku lapar maka aku merendahkan diri pada-Mu dan mengingat-Mu, dan bila aku kenyang maka aku bersyukur dan memuji-Mu.”
Beliau tidur di atas sehelai tikar, hingga saat beliau berdiri, bekas tikar itu tampak di pinggangnya. Lalu seorang sahabat berkata kepada beliau, “Ya Rasulullah, kalau engkau mau, kami akan bawakan ranjang untukmu.” Beliau menjawab, “Apa artinya aku dan apa artinya dunia?! Aku tiada lain kecuali seorang pejalan (musafir) yang berteduh di suatu pohon kemudian pergi dan meninggalkannya.”
Ibnu Abbas berkata, “Rasulullah Saw tidur di malam berturut-turut dalam keadaan lapar dan keluarganya tidak mempunyai sesuatu untuk makan malam. Mereka sering makan roti yang terbuat dari gandum.”
Sementara itu, Aisyah berkata, “Keluarga Muhammad tidak makan dua kali selama satu hari kecuali salah satunya adalah kurma.”
Aisyah juga berkata, “Saat Rasulullah Saw meninggal, baju besinya masih tergadaikan pada seorang Yahudi seharga 30 takaran gandum.”
Diriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa Fathimah datang dengan membawa sepotong roti kepada Nabi Saw. Lalu beliau berkata kepadanya, “Potongan apa ini hai Fathimah?” Fathimah menjawab, “Potongan roti. Aku tidak enak sehingga aku membawakan sepotong ini untukmu.” Beliau menjawab, “Ketahuilah bahwa itu akan menjadi makanan pertama yang masuk ke mulut ayahmu semenjak tiga hari.”
Diriwayatkan dari Qatadah yang berkata, “Kami berada di tempat Anas, dan saat itu ada tukang roti yang bersamanya. Lalu ia berkata, ‘Nabi Saw tidak pernah makan roti yang lembut dan kambing panas (mendidih) sehingga beliau berjumpa dengan Allah.’”
Kedermawanan dan Kelembutan yang Agung
Ibnu Abbas berkata, “Nabi Saw adalah seorang yang paling dermawan terhadap kebaikan di antara manusia. Bahkan beliau semakin tampak dermawan saat memasuki bulan Ramadan. Sesungguhnya Malaikat Jibril menemuinya pada setiap tahun di bulan Ramadan. Saat Malaikat menemuinya, Rasulullah Saw lebih dermawan terhadap kebaikan daripada angin yang berhembus.”
Jabir berkata, “Tidak pernah Rasulullah Saw dimintai tentang sesuatu pun lalu beliau menjawab, ‘tidak.’”
Diriwayatkan bahwa Rasulullah Saw mendatangi penjual pakaian, lalu beliau membeli sepotong baju darinya seharga empat dirham. Saat beliau keluar dari tempat itu, seorang lelaki Anshar berpapasan dengan beliau dan berkata, “Ya Rasulullah, berilah aku baju. Semoga Allah memberimu pakaian surga.”
Nabi pun melepas baju dan memberikannya pada lelaki tersebut. Kemudian beliau kembali ke toko itu dan membeli lagi sepotong baju darinya seharga empat dirham. Kini, uang beliau tersisa dua dirham. Tiba-tiba beliau bertemu dengan seorang budak wanita yang sedang menangis di jalan. Beliau bertanya, “Mengapa engkau menangis?” Budak itu menjawab, “Ya Rasulullah, keluargaku memberiku uang sebesar dua dirham untuk membeli tepung tapi uang itu kemudian hilang.” Lalu Nabi Saw memberikan dua dirham yang tersisa itu kepadanya. Wanita budak itu berkata, “Aku takut mereka akan memukuliku.”
Karena itu, Nabi mengantarkannya ke keluarganya. Saat sampai di depan rumah, beliau mengucapkan salam. Mereka mengenali suara beliau. Karena tidak juga mendapatkan jawaban, Nabi kembali mengulang salamnya dan pada kali ketiga, “Tidakkah kalian mendengar salam yang pertama?” Mereka menjawab, “Ya, namun kami sengaja ingin mendengar tambahan salam darimu. Lalu demi ayah kami dan ibu kami, mengapa engkau mengantar budak ini?” Rasul berkata, “Aku kasihan pada nasib budak ini; aku khawatir kalian akan memukulinya.”
Pemilik budak itu berkata, “Mulai sekarang ia bebas demi Allah, karena ia berjalan denganmu.” Rasulullah menyampaikan kabar gembira kepada mereka berupa kebaikan dan surga. Beliau bersabda, “Sungguh Allah telah memberkati uang sepuluh dirham, yang dengannya Allah memberi sepotong pakaian kepada Nabi-Nya dan kepada seorang lelaki Anshar, dan dengan sisanya Dia membebaskan budak. Aku bersyukur kepada Allah, karena Dialah Yang memberi kita rezeki ini dengan kekuasaan-Nya.”
Ketika memasuki bulan Ramadan, Nabi Saw membebaskan setiap budak dan memberi setiap peminta-minta.
Diriwayatkan bahwa Aisyah berkata, “Sesungguhnya Rasulullah Saw tidak pernah menuntut balas dendam untuk dirinya kecuali bila hal itu menyangkut kehormatan Allah. Beliau tidak pernah memukul dengan tangannya sesuatu pun kecuali pukulan yang beliau layangkan di jalan Allah, dan beliau tidak pernah dimintai sesuatu lalu beliau tidak memberinya kecuali bila dimintai sesuatu yang mengandung dosa. Sebab, beliau adalah orang yang paling jauh dari dosa.”
Diriwayatkan dari Ubaid bin Umair bahwa Rasulullah Saw pasti memaafkan kesalahan selain sesuatu yang menyangkut hadd (penegakan hukum semacam kisas).
Anas bercerita, “Aku mengabdi kepada Rasulullah Saw selama sepuluh tahun. Selama itu, beliau tidak pernah berkata semacam ‘ah’ (ungkapan kekesalan) kepadaku. Beliau tidak pernah mengatakan terhadap sesuatu yang telah aku lakukan, ‘Mengapa kau melakukan ini?’ Dan terhadap sesuatu yang tidak aku kerjakan, beliau tidak pula mengatakan, ‘Mengapa kau meninggalkannya?”’
Seorang Arab Badui datang kepada beliau lalu ia menarik pakaian beliau dengan keras hingga tarikan itu membekas pada bahu Nabi Saw. Lelaki Badui itu berkata, “Hai Muhammad, berikan aku harta Allah yang kau miliki.” Nabi menoleh kepadanya sambil tersenyum kemudian beliau memerintahkan untuk memberi lelaki Badui tersebut.
Sepanjang hidupnya, Nabi Saw dikenal sebagai manusia yang mudah memaafkan dan sangat toleran. Beliau memaafkan Wahsyi, pembunuh pamannya, Hamzah. Sebagaimana beliau memaafkan seorang wanita Yahudi yang menghidangkan kambing beracun padanya dan beliau juga memaafkan Abu Sufyan dan menjadikan masuk ke rumahnya sebagai jaminan keselamatan dari pembunuhan.
Beliau pun memaafkan kaum Quraisy yang menentang perintah Tuhannya dan memerangi beliau dengan pelbagai sarana, padahal saat itu beliau berada dalam puncak kekuasaan dan kemuliaan, di mana beliau berkata, “Ya Allah, maafkanlah kaumku karena mereka tidak mengetahui. Pergilah kalian dan kalian adalah orang-orang yang bebas.”
Alquran telah menjelaskan keagungan sikap lembut Rasulullah Saw dalam firman-Nya, “Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itulah maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan bagi mereka.”
Alquran juga mengungkapkan sejauh mana kasih-sayang dan belas kasih beliau dalam firman-Nya, “Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.”
Rasa Malu dan Tawaduk
Diriwayatkan dari Abu Sa’id Khudri, “Nabi Saw lebih malu daripada gadis yang dipingit. Bila beliau tidak menyukai sesuatu, hal itu diketahui dari wajahnya.”
Diriwayatkan dari Imam Ali bin Abi Thalib as, “Bila Nabi Saw ditanyai sesuatu yang hendak dilakukannya, beliau menjawab, ‘Ya.’ Bila tidak ingin melakukan beliau diam. Beliau tidak mengatakan kepada sesuatu: ‘tidak.’”
Diriwayatkan dari Yahya bin Katsir bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Aku makan sebagaimana makannya seorang budak dan aku duduk sebagaimana duduknya seorang budak. Sesungguhnya aku adalah seorang budak.” Sebagaimana terkenal darinya bahwa Nabi Saw mengucapkan salam kepada anak-anak kecil.
Nabi Saw berbicara dengan seorang lelaki lalu ia tampak gemetar sehingga beliau berkata kepadanya, “Tenanglah, aku bukan seorang malaikat, tapi aku adalah anak seorang wanita yang makan daging bakar.”
Diriwayatkan dari Abu Umamah, “Rasulullah Saw keluar menemui kami dalam keadaan bersandar pada tongkat (memakai tongkat), lalu kami berdiri untuk menyambutnya. Kemudian beliau berkata, ‘Janganlah kalian berdiri sebagaimana berdirinya kaum Ajam (non-Arab); di mana sebagian mereka mengagungkan sebagian yang lain.”
Beliau bersenda gurau dengan para sahabatnya dan tidak mengatakan kecuali kebenaran. Beliau ikut serta bersama para sahabatnya dalam membangun masjid dan menggali parit. Beliau banyak bermusyawarah dengan para sahabatnya, meskipun beliau memiliki akal paling sempurna di antara manusia.
Beliau berkata, “Ya Allah, hidupkanlah aku sebagai orang miskin dan matikanlah aku sebagai orang miskin dan kumpulkanlah aku bersama golongan kaum miskin. Sesungguhnya orang yang paling celaka adalah orang yang memperoleh kefakiran dunia dan azab akhirat.”
Demikianlah gambaran singkat tentang sebagian kepribadian Nabi Saw dan sebagian aspek perilaku individual dan sosialnya. Masih banyak gambaran yang indah dari perilaku dan sejarah beliau, baik yang menyangkut manajemen, politik, militer, ekonomi, maupun keluarga yang layak dikaji secara mendalam, agar kita dapat menjadikannya sebagai teladan dan inspirasi. (*)
Sumber: Ensiklopedia Ahlulbait Jilid I: Nabi Muhammad Saw