Kepribadian Nabi Muhammad Saw

Ilustrasi. (Dream.co.id)

BAAINDONESIA.CO – Salah satu keistimewaan Nabi terakhir adalah bahwa beliau tidak pernah belajar membaca dan menulis pada seorang pun dari guru manusia. Beliau tidak tumbuh di lingkungan ilmu, namun justru di masyarakat Jahiliah. Tak seorang pun yang mengingkari hakikat ini yang dijelaskan oleh Alquran.

Nabi Saw tumbuh di tengah-tengah kaum yang serba bodoh dan sangat primitif terhadap ilmu dan pengetahuan. Masa itu kesohor dengan masa Jahiliah. Penamaan ini tidak muncul kecuali dari seorang yang berilmu yang memahami ilmu, kebodohan, dan akal.

Di samping itu, Nabi Saw datang dengan membawa kitab yang mengajak kepada ilmu, budaya, pikiran, rasionalitas serta mengandung tumpukan makrifat dan pelbagai disiplin ilmu. Beliau mulai mengajarkan kitab dan hikmah kepada manusia sesuai dengan metode yang mengagumkan sehingga beliau menciptakan peradaban yang unggul, yang ilmu dan sainsnya mampu menembus dunia Barat dan Timur. Sampai sekarang ilmu-ilmu Islam itu tetap bersinar.

Nabi Saw adalah seorang ummi, namun beliau begitu getol memerangi kebodohan dan para penyembah berhala. Beliau diutus dengan membawa agama yang lurus kepada manusia, juga membawa syariat universal yang selalu menantang manusia sepanjang masa. Beliau dengan sendirinya merupakan mukjizat, baik ilmunya, pengetahuannya, penuturannya, kekuatan akalnya dan budayanya maupun metode pendidikannya.

Karena itu, Allah Swt berfirman, “Maka berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-Nya, nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya dan ikutilah dia, supaya kamu mendapatkan petunjuk.”

Juga firman-Nya, “Dan Allah telah menurunkan kitab dan hikmah kepadamu, dan telah mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui. Dan adalah karunia Allah sangat besar padamu.”

Ya, Allah Swt telah menurunkan wahyu padanya dan mengajarinya kitab dan hikmah dan menjadikannya sebagai cahaya dan pelita yang menerangi, dan dalil, saksi serta rasul yang menjelaskan, yang menasihati, yang terpercaya, yang mengingatkan, yang membawa kabar gembira dan yang membawa kabar buruk.

Allah telah melapangkan dadanya dan menyiapkannya untuk menerima wahyu serta melaksanakan misi bimbingan masyarakat yang dikuasai oleh aroma fanatisme dan egoisme Jahiliah. Masyarakat mengenal beliau sebagai pemimpin tertinggi (termulia) di bidang dakwah, pendidikan, dan pengajaran.

Adalah suatu loncatan (reformasi) besar ketika masyarakat Jahiliah—hanya dalam beberapa tahun—berubah menjadi pengawal yang terpercaya dan pembela kuat Kitab petunjuk dan pelita ilmu. Mereka menentang pelbagai usaha distorsi dan penyimpangan. Sesungguhnya itu merupakan mukjizat Kitab yang kekal ini dan Rasul ummi yang memimpin semua itu. Beliau merupakan seorang yang paling jauh—di masyarakat jahiliah itu—dari pelbagai mitos (khurafat) dan dongeng palsu. Beliau adalah cahaya bashirah Ilahiah yang meliputi seluruh aspek wujudnya.

Muslim Pertama yang Beriman kepada Allah Swt

Sesungguhnya ketundukan mutlak kepada Allah, Sang Pencipta alam dan wujud, dan penyerahan sempurna kepada keagungan, kekuasaan-Nya dan validitas hikmah-Nya, ibadah yang dibangun oleh ikhtiar (kesadaran) yang sempurna di hadapan Tuhan Yang Maha Esa dan Tempat Bergantung merupakan puncak pertama yang harus dicapai oleh setiap manusia sehingga ia layak untuk mendapatkan anugerah dan pemilihan Ilahi. Alquran mengisyaratkan hal itu kepada Nabi yang agung ini dalam firman-Nya:

Katakanlah, “Sesungguhnya aku telah ditunjuk oleh Tuhanku kepada jalan yang lurus, (yaitu) agama yang benar, agama Ibrahim yang lurus; dan Ibrahim itu bukanlah termasuk orang-orang yang musyrik.” Katakanlah, “Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).”

Itu merupakan “medali kesempurnaan” yang digapai oleh hamba muslim ini yang sangat berhasil dalam pengabdian (ibadah) yang semata-mata pada-Nya. Ibadah yang tak ada duanya ini termanifestasi dalam perkataannya dan perilakunya di mana beliau bersabda, “Kebahagiaanku terwujud dalam salat.” Beliau menanti waktu salat dan sangat merindukan saat-saat berdiri di hadapan Allah Swt. Beliau berkata kepada muazinnya, Bilal, “Hiburlah aku, hai Bilal.”

Ketika beliau asyik bercengkerama dan bersenda gurau dengan keluarganya lalu saat waktu salat tiba seakan-akan beliau tidak mengenal mereka dan mereka pun seolah-olah tidak mengenal beliau. Ketika beliau menunaikan salat, terdengar dari dadanya semacam dengungan dandang. Beliau menangis hingga membasahi tempat salatnya karena takut kepada Allah Azza Wajalla. Beliau menunaikan salat hingga kedua kakinya membengkak. Dikatakan kepadanya, “Mengapa engkau melakukan ini sedangkan Allah telah mengampuni dosamu yang lalu dan yang datang kemudian?!” Lalu beliau menjawab, “Bukankah aku harus menjadi hamba yang bersyukur?”

Nabi Saw berpuasa pada bulan Syakban, Ramadan dan tiga hari pada setiap bulan. Ketika masuk bulan Ramadan, raut mukanya berubah dan salatnya semakin meningkat serta beliau sibuk dalam berdoa. Bila telah memasuki sepuluh hari terakhir bulan Ramadan, beliau semakin semangat dalam ibadahnya dan menjauhi wanita serta menghidupkan malam dengan berkonsentrasi dalam ibadah. Berkaitan dengan doa, beliau bersabda, “Doa adalah senjata orang mukmin, tiang agama, serta cahaya langit dan bumi.”

Beliau selalu berhubungan dengan Allah Swt, selalu memanggilnya dengan penuh kerendahan dan berdoa dalam setiap perbuatan besar ataupun kecil. Bahkan beliau beristigfar kepada Allah setiap hari sebanyak tujuh puluh kali, juga bertobat pada-Nya sebanyak tujuh puluh kali, meskipun beliau tidak pernah berbuat dosa. Beliau tak sekalipun bangun dari tidur kecuali merebahkan diri dan sujud kepada Allah Swt. Beliau bertahmid kepada Allah pada setiap hari sebanyak 360 kali di mana beliau membaca, “Alhamdu lillahi Rabbil-‘allamina katsiran ‘ala kulli halin” (Segala puji bagi Allah, Tuhan Pengatur alam semesta, pujian yang banyak pada setiap keadaan).

Beliau sangat tekun dan rajin dalam membaca Alquran dan sangat menyukainya.

Sementara itu, Malaikat Jibril as turun kepadanya untuk memberikan keringanan padanya karena beliau begitu melelahkan dirinya dalam beribadah melalui firman-Nya, “Thaha. Kami tidak menurunkan Alquran kepadamu agar kamu menjadi susah.”

Percaya Mutlak kepada Allah Swt

Allah Swt berfirman kepada Rasul-Nya, “Bukankah Allah cukup untuk melindungi hamba-hamba-Nya.” Dan juga berfirman kepadanya, “Dan bertawakallah kepada (Allah) Yang Mahaperkasa lagi Maha Penyayang. Yang melihat kamu ketika kamu berdiri (untuk sembahyang), dan (melihat pula) perubahan gerak badanmu di antara orang-orang yang sujud.

Sebagaimana difirmankan oleh Allah Swt, Rasulullah Saw mempunyai kepercayaan mutlak kepada-Nya. Diriwayatkan dari Jubair yang berkata, “Kami bersama Rasulullah di Dzaturriqa. Tiba-tiba kami sampai di suatu pohon yang rindang dan kami tinggalkan Rasulullah di situ. Lalu datanglah seorang laki-laki musyrik. Saat itu pedang Rasulullah Saw tergantung di pohon.

Lelaki itu mengambil pedang itu dan sambil menghunuskan ia berkata, ‘Apakah kamu takut padaku?’ Nabi menjawab, ‘Tidak.’ Lelaki itu berkata, ‘Siapa yang dapat melindungimu dariku?’ Dengan mantap Rasul menjawab, ‘Allah.’ Tiba-tiba pedang itu jatuh dari tangan lelaki itu, lalu Rasulullah mengambilnya dan balik bertanya, ‘Sekarang siapa yang dapat melindungimu dariku?’

Lelaki tersebut menjawab, ‘Jadilah engkau sebaik-baik orang yang mengambil pedang.’ Nabi berkata, ‘Apakah engkau bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa aku adalah utusan Allah?’ Ia menjawab, ‘Tidak. Tetapi aku berjanji padamu untuk tidak memerangimu dan aku tidak akan menyertai kamu yang memerangimu.’ Rasulullah Saw pun membiarkannya pergi. Saat lelaki itu bertemu dengan para sahabatnya, ia berkata, ‘Aku telah datang dari orang yang paling baik di antara umat manusia.’”

Keberanian yang Mengagumkan

Allah Swt berfirman, “(Yaitu) orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah, mereka takut kepada-Nya dan mereka tidak merasa takut kepada seorang pun.”

Diriwayatkan bahwa Ali bin Abi Thalib—yang para jagoan Arab tunduk (takut) padanya—berkata, “Saat kami menghadapi keadaan (peperangan) yang sangat sulit di mana kedua musuh saling berhadap-hadapan, kami berlindung di sisi Rasulullah Saw. Tiada seorang pun yang paling dekat dengan musuh kecuali beliau.”

Sementara itu, saat menggambarkan ketegaran Rasulullah Saw dalam Perang Uhud—setelah banyak orang berhamburan dan meninggalkan Rasulullah Saw sendirian, Miqdad berkata, “Demi Zat Yang mengutus beliau dengan kebenaran, aku melihat Rasulullah Saw tidak mundur sejengkal pun. Saat menghadapi musuh, beliau berada di garis terdepan, ketika sesekali sekelompok sahabatnya kembali pada beliau dan pada kesempatan lain mereka meninggalkan beliau. Mungkin aku melihatnya berdiri tegak sambil melepaskan anak panah atau melemparkan batu sehingga mereka saling melempar.” (*Disarikan dari buku berjudul Ensiklopedia Ahlulbait Jilid I: Nabi Muhammad Saw)

Baca Juga:

Berita
Lainnya