BAINDONESIA.CO – Kemangi merupakan tanaman yang sering dijadikan salah satu menu lalapan. Tanaman hijau ini juga kerap digunakan sebagai sayur-sayuran.
Tanaman tersebut mendatangkan keuntungan tersendiri bagi para petani di Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar).
Misnanto (40), salah seorang petani kemangi di Jalan Taman Arum, RT 9, Gang Swadaya, Desa Sumber Sari, Kecamatan Loa Kulu, membudidayakan kemangi yang berasal dari bibit lokal dan kemasan.
Dua jenis bibit tersebut dinilainya tak memiliki perbedaan signifikan. Perbedaannya, bibit kemasan memiliki daun yang besar dan lebar. Sedangkan bibit lokal daunnya relatif kecil.
Ia membudidayakan kemangi di atas lahan seluas setengah hektare. Dia menanaminya 4 ribu bibit kemangi.
Sistem tanamnya tergolong rapat. Hal ini bisa menghambat pertumbuhan gulma dan rumput liar yang acap mengganggu tanaman.
“Panen bisa 1.000 ikat. Biasanya guntingan yang kedua lebih banyak karena tunas mudanya banyak,” ungkapnya, Selasa (27/2/2024).
Cara memanen kemangi tergolong mudah. Batang kemangi dipotong menggunakan gunting. Metode ini memberikan peluang terhadap tanaman tersebut untuk kembali bertunas.
“Paling lambat 1 minggu ke depan panen lagi. Kalau dirawat bagus, dia dalam 1 kali tanam itu bisa 10 kali panen. Dalam 1 ikat kecil tadi, kemanginya bagus bisa 4 batang, ” terangnya.
Kemangi, sebut dia, kerap diserang jamur. Serangan jamur dapat mengakibatkan tanaman tersebut layu.
“Makanya kita semprot pakai fungisida Amistar Top 3 hari sekali,” jelasnya.
Sementara untuk menyuburkan tanaman, ia sering menggunakan pupuk kandang. “Kalau buat tanah hanya pupuk kandang,” ungkapnya.
Sistem penyiramannya tergolong modern. Misnanto memanfaatkan sprinkler kincir untuk menyiram tanamannya.
“Sumber airnya dari rawa bekas sawah yang digenangin air,” bebernya.
Menurut dia, budi daya kemangi membutuhkan modal yang lebih kecil dibandingkan tanaman-tanaman lain.
“Sama seperti tanaman kangkung, cuman perbedaannya di waktu tanaman aja sih. Waktu panennya agak lama. Dari semai biji itu sampai panen 35 hari sudah panen. Dari semai 15 hari. Usia pas pemindahan ke lahan itu sekitar 20 hari,” terangnya.
Ia menjelaskan, kemangi adalah tanaman yang paling stabil harganya. Perawatannya juga tergolong mudah.
“Kemangi ini harganya kalau sudah bagus enggak pernah langsung anjlok. Kalau turun paling bentar aja dia naik lagi. Beda dengan sayuran lain,” jelasnya.
Kemangi yang dibudidayakannya acap dijual dengan harga Rp 4 ribu per ikat. Pada momen tertentu, harganya bisa naik hingga Rp 10 ribu per ikat.
“Harganya sekarang itu Rp 7 ribu per ikat yang isinya 5 ikat kecil itu. Kalau di skala perkebunan, Rp 4 ribu itu masih untung, tapi sedikit banget,” ucapnya.
Misnanto menjual kemangi kepada pengepul yang biasanya mendatangi kebunnya. Pengepul mengambilnya terlebih dahulu sebelum kemudian dibayar.
Cara demikian tak diterapkan saat pengepul membeli tomat dan cabai. Pembeli membayarnya di kebun.
Hal ini diterapkan petani untuk menghindari risiko gagal bayar. “Modalnya besar kalau bertani cabai dan tomat,” jelasnya.
Cabai dan tomat tergolong tanaman yang membutuhkan modal besar, sehingga setiap petani tak berani memberikannya kepada pengepul tanpa terlebih dahulu membayarnya.
“Mereka enggak mau ambil risiko. (Istilahnya), ada barang, ada uang,” katanya.
Sebagian petani yang menanam kemangi dalam skala kecil, sambung dia, menjual sendiri hasil panennya ke pasar. “Tapi biasanya itu yang skala kecil,” katanya.
Ia menyebut kebutuhan sayur hijau seperti kemangi di Kaltim masih tinggi. Kemangi yang dipanen para petani di Kukar pun dijual ke berbagai daerah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di Bumi Mulawarman.
“Mereka distribusikan ke berbagai daerah: Tenggarong, Kota Bangun, Melak, Loa Janan, Samarinda, dan Balikpapan,” tutupnya. (ia/um)