BAINDONESIA.CO – Mutsril Fuaad (32) rela meninggalkan pekerjaannya di perusahaan demi mengembangkan pertanian berbasis hidroponik.
Ia sempat menjadi karyawan selama 7 tahun di salah satu perusahaan besar yang bergerak di bidang pertanian dan perkebunan di Indonesia.
Dia sukses mengembangkan pertanian berbasis hidroponik di Jalan Jendral Ahmad Yani, RT 5, Desa Sepakat, Kecamatan Loa Kulu, Kabupaten Kukar.
Pengembangan pertanian berbasis hidroponik dilakukannya setelah belajar dan menimba pengalaman dari berbagai pihak.
“Kemarin sempat dapat ilmunya langsung sama pakar pertanian hidroponik dari Jepang,” ucapnya, Sabtu (24/2/2024).
Ia menyebut terdapat perbedaan yang signifikan antar pertanian hidroponik di Jepang dengan yang dikembangkannya.
“Masih sangat jauh perbedaannya, salah satunya mereka sudah menggunakan blower, AC, dengan alat pengatur suhu lainnya,” jelas dia.
Fuaad menjelaskan, media tanam hidroponik dengan pertanian konvensional memiliki perbedaan. Pertanian konvensional menggunakan media tanah. Sementara pertanian berbasis hidroponik tak memerlukan media tanah secara langsung.
“Bisa sedikit mengurangi tenaga dalam bertani. Semisalnya tidak nyangkul lagi, tidak mengusir hama lagi, dan potensi hasil panennya pun lebih besar, baik dalam kondisi cuaca hujan maupun cuaca panas,” jelasnya.
Kelebihan lain, tanaman berbasis sistem hidroponik dinilainya lebih sehat karena tak menggunakan pestisida, nilai jualnya tinggi, permintaan pasar cukup tinggi, dan memiliki daya tahan dibandingkan tanaman yang ditanam menggunakan sistem konvensional.
Metode tanam hidroponik juga tak memerlukan lahan yang luas. “Untuk di perkotaan, sistem hidroponik sangat bagus,” ucapnya.
Media tanam yang telah dibuat, lanjut dia, dapat digunakan selama bertahun-tahun.
“Kalau bahan yang saya gunakan ini kayak ulin gini bisa seumur hidup. Baja ringan juga tahan. Tapi biasanya dia berkarat aja seiring waktu,” jelasnya.
Berbagai tanaman yang ditanam menggunakan sistem hidroponik, sambung dia, membutuhkan waktu yang lebih panjang hingga masa panen jika tak terkena sinar matahari secara maksimal.
“Biasanya 25 hari itu sudah panen kalau matahari yang dibutuhkan tanaman untuk berfoto sintesis,” ucapnya.
Untuk menyehatkan tanaman, ia menggunakan bahan-bahan organik seperti bawang putih, kunyit, dan serai yang ditumbuk dan difermentasi. “Kemudian disemprotkan ke tanaman apabila ada terserang penyakit,” katanya.
Tanaman selada yang dikembangkannya menggunakan bibit dari Belanda. Bibit tersebut tergolong unggul dibandingkan bibit lokal.
Ia menjual selada seharga Rp 40 ribu per kilogram. Pemasarannya di wilayah Kaltim tergolong mudah.
“Untuk bobot selada 6-7 pohon sudah mencapai 1 kilo,” paparnya.
Mulai dengan Skala Kecil
Fuaad memulai pengembangan pertanian berbasis hidroponik dengan modal Rp 2,5 juta.
Semula ia hanya memiliki 1 rak yang memuat 8 batang pipa paralon. Pipa tersebut dilubangi dengan jarak 20 sentimeter. Dalam 1 rak tersebut terdapat 160 lubang tanam.
“Hasilnya kurang lebih bisa dapat Rp 800 ribu per panen tanaman selada itu. Lahan yang saya butuhkan itu kurang lebih 2×4; lebar 2 meter, panjang 4 meter,” terangnya.
Dari lahan seluas 2×4 meter itu ia bisa menghasilkan selada sebanyak 22 kilogram.
Setiap kali panen, dia menyisihkan hasil penjualannya untuk memperluas media tanamnya.
Setelah memanen selada, Fuaad menambah 1 rak, sehingga saat ini ia memiliki 2.000 lubang tanam.
“Sampai luas lahan 10×20 meter dalam jangka panen 1 minggu. Kalau kalkulasinya, saya bisa mendapat Rp 10 juta. Itu dari 220 kilogram selada per panen,” ungkapnya.
Dia kerap mendapat undangan untuk mengisi kegiatan-kegiatan pelatihan pertanian menggunakan sistem hidroponik di berbagai kecamatan seperti Loa Kulu, Loa Janan, dan Kembang Janggut.
Ia juga acap diundang untuk menjadi pembicara dalam pelatihan yang diselenggarakan di Kota Samarinda.
Mereka yang dilatihnya telah memiliki pengalaman dalam menjalankan pertanian menggunakan sistem hidroponik.
“Itu sudah ada hasilnya mereka. Sudah dijual. Alhamdulillah sekarang ada beberapa kelompok itu yang sudah punya dan mengembangkan secara pribadi,” ucapnya.
Selain melatih cara menanam dan merawat tanaman, Fuaad juga membantu pemasaran tanaman yang dikembangkan para peserta yang mengikuti pelatihannya.
“Bagi yang mengikuti pelatihan tidak bakal saya lepas begitu saja. Saya tetap terus melakukan pembinaan,” katanya.
Para peserta yang mengikuti pelatihannya juga dapat menggunakan jasa pemasangan dan alat hidroponik yang disediakannya.
Dia mengaku bersedia menjadi konsultan bagi siapa pun yang ingin mengembangkan pertanian berbasis hidroponik.
“Kita saling sharing. Saya senang ilmu saya bisa bermanfaat untuk orang lain,” jelasnya. (ia/um)