BAINDONESIA.CO – Salah seorang petani di Jalan Ikip Mekarsari, Kelurahan Loa Ipuh, Kecamatan Tenggarong, Kabupaten Kutai Kartanegara Nirmala Aziz melewati musim kemarau dengan sangat berat.
Meski begitu, dia berhasil menyelamatkan cabai yang ditanamnya pada musim kemarau dengan menggunakan air PDAM, yang digunakan sesekali untuk menyiram tanamannya.
Penggunaan air PDAM itu terpaksa dilakukannya untuk menutupi kebutuhan air pada musim kemarau. Dalam satu kali penyiraman, ia bisa menghabiskan 24 kubik air PDAM.
Nirmala mengungkapkan, tanaman cabai bisa bertahan lama. Hal itu tergantung perawatan. Kadang ada cabai yang 5 bulan bahkan paling lama 1 tahun bila perawatannya bagus dan airnya cukup.
“Kendala kami di sini cuman air. Kemarin juga sempat memakai air PDAM pada awal-awal penanaman. Daripada kita gagal, kerugian juga besar, mending kita pakai air PDAM,” ucapnya, Senin (19/2/2024).
Nirmala menggunakan sistem penanaman semi modern berupa metode irigasi tetes selang drip.
“Kemarin dapat bantuan karena kami ini kelompok tani Bina Karya dari Bukit Biru; binaan dari Kodim Tenggarong. Kalau dari pembibitan bahasanya bibit cabai original,” ucapnya.
Ia baru pertama kali menanam cabai. Semula Nirmala hanya menanam terong ungu dan kacang tanah.
Dia mendapat bantuan bibit cabai lokal dari L3, Kecamatan Tenggarong Seberang.
“Kita kemarin dibantu bibit, dibantu ngurus, dibantu obat-obatan, sama pupuk sebagian. Kita cuman nambahin kayak obat-obatan,” terangnya.
Dengan luas lahan 2 hektare hingga 4 hektare, ia mendapat bantuan bibit 10 ribu pohon cabai. Sebanyak 8 ribu bibit cabai ditanam dan 2 ribu pohon digunakan sebagai sulaman bagi tanaman cabai yang mati akibat cuaca yang sangat panas.
“Kemarin kami dapat bantuan itu 15 ribu bibit cabai. Cuman ada 2 petani yang nanam cabai. Saya di sini 10 ribuan bibit cabai. Sama teman saya yang lain 5 ribu. Itu termasuk dengan sulaman, karena kan enggak semua bibitnya tumbuh. Ada yang enggak hidup sebagian. Jadi, disulam yang hidup tinggal sekitar 8 ribu pohon,” terangnya.
Masa pertumbuhan yang dibutuhkan cabai sampai dengan menghasilkan buah sekitar 100 hari. Untuk 1 kali panen, ia bisa mendapat 2 kuintal cabai.
“Kalau rata-rata 1 pohon cabai yang sehat, maksimal bisa menghasilkan buah 1 kiloan. Dua hari ke depan saya masuk masa panen yang ke-11 kali,” bebernya.
Di masa panen, dia bisa membayar 3 orang untuk membantu pemanenan cabai. Dalam satu kali masa panen, ia bisa menghabiskan waktu 3 hari.
Saat ini harga cabai terbilang tinggi. Ia mengatakan, pada awal panen hanya mendapatkan harga Rp 25 ribu per kilogram.
“Harga cabai di skala pertanian ke pengepul kisaran Rp 65 ribu per kilonya. Kalau dari pengepul (pengecer) ke pedagang harganya Rp 80 ribu. Saya langsung jual ke pengepul. Kadang mereka langsung ke sini. Kalau sempat saya juga yang ngantar ke rumahnya,” ucap dia.
Beberapa tantangan bertani cabai meliputi layu pusarium (jamur tanah) yang bisa mengakibatkan pohon cabai mati, lalat buah membuat buah busuk dan berwarna hitam, dan juga trip atau kutu kebul yang bisa mengakibatkan daun tanaman cabai menggulung.
Ia berharap Pemerintahan Kabupaten Kutai Kartanegara memperhatikan masyarakat, khususnya di bidang pertanian, karena masih banyak petani yang kesulitan mendapatkan pupuk serta menerima rekomendasi obat yang cocok dan sesuai dengan hama.
“Dan yang paling utama itu solusi untuk pengairan pertanian seperti embung ataupun waduk, agar petani bisa melewati musim kemarau dengan tenang,” tutupnya. (ia/um)